Kaum Marjinal (Part 1).
Kaum marjinal adalah merupakan suatu individu atau kelompok yang mengasingkan diri dan terpinggirkan dari status sosial. Pada umumnya, kaum marjinal sering ditemui di kota-kota besar, salah satunya ibukota Jakarta.
Di Jakarta hampir setiap sudut kota terlihat para kaum marjinal. Disini penulis memberi contoh yang dimaksud para kaum marjinal adalah gelandangan atau tuna wisma, pemulung, pengemis, punk, pengamen jalanan, dll. Sedangkan mengenai tempat tinggal mereka begitu bervariasi. Ada yang tinggal di kolong jembatan, emperan toko dan pinggir rel kereta api.
Penulis sangat beradaptasi dengan para kaum marjinal dan bahkan penulis mempunyai kegiatan rutinitas Senin s/d Jumat mengunjungi kaum marjinal yang berada di wilayah Senen, Bungur, Kemayoran dan sekitarnya. Tujuan penulis beradaptasi dan mengunjungi para kaum marjinal tersebut untuk memberi motivasi dan pembinaan metal dengan secara tidak formal serta bantuan sosial. Hal ini dilakukan sudah sekitar dua tahun.
Didaerah Tanah Tinggi Satu, Kecamatan Johar Baru (Jakarta Pusat) terlihat para kaum marjinal tinggal di pinggir rel kereta api aktif. Mereka menggunakan terpal plastik untuk menjadikan sebuah tenda sebagai tempat tinggal, terpasang layaknya rumah dengan jarak sekitar satu sampai satu setengah meter dari sisi rel kereta api. Jarak yang sangat dekat sekali antara tenda atau tempat tinggal mereka dengan rel kereta api aktif yang mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan. Penulis pernah mewawancarai seorang yang pernah terserempet oleh kereta api yang sedang melintas. Terlihat bekas luka-luka dibagian tubuhnya.
Tampak jelas tenda-tenda berbaris disepanjang rel kereta api daerah Tanah Tinggi. Satu tenda terdiri dari dua atau tiga orang penghuni. Dan tidak ada WC atau toilet disini. Jika mereka ingin mandi atau buang air besar menggunakan jasa toilet umum yang berada di luar batas rel. Sistem harga pembayaran toilet umum tergantung dari pemakaiannya. Jika mandi harus bayar tiga ribu dan buang air besar dua ribu rupiah. Para kaum marjinal yang berada di pinggir rel kereta api daerah Tanah Tinggi memiliki aktivitas sebagian besar pemulung. Hasil barang dari pungutan mulung seperti botol plastik, kardus, dan sejenisnya dikumpulkan di samping tenda miliknya, sebelum dijual. Sehingga nuansa pandang untuk lokasi tersebut terlihat kumuh, kotor dan dekil menjadi satu.
Petugas dari Kereta Api Indonesia (KAI) berapa kali sudah mencoba untuk menertibkan lokasi tersebut. Dalam arti, petugas sangat melarang adanya pemukiman dibatas areal rel kereta api aktif, karena ini menyangkut dengan keselamatan orang. Tetapi, para kaum marjinal datang kembali ke lokasi dan membuat tenda untuk tempat tinggal mereka. Penulis pernah bertanya tentang apa alasan mutlak sehingga kaum marjinal kembali lagi untuk tinggal di pinggir rel. Jawaban yang sama adalah karena tidak sanggupnya untuk membayar sewa rumah atau ngontrak. Penghasilan mereka dari mulung hanya untuk sekedar makan saja.
Para kaum marjinal disini mayoritas adalah perantauan, dengan kata lain dari wilayah luar Jakarta.
Siiip.....
BalasHapusTYM.......
jika boleh saya ingin sekali dapat berkenalan dan berjumpa dengan Anda
BalasHapusterima kasih
Dengan senang hati saudaraku. Ini no hp/wa saya: 082138813497.
Hapus