Nasi Dan Marjinalisasi

Dimasa pandemi Covid 19 sangat memberi dampak negatif kepada semua sektor, terlebih para marjinalisasi. Situasi dan kondisi telah mengalami perubahan yang sangat drastis. Di dunia pasar, harga jual dan daya beli terlihat jauh berbeda dari sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan pendapatan atau penghasilan dari setiap usaha maupun kinerja setiap orang. 

Kaum Marjinal yang berada di kolong jembatan, emperan toko atau di pinggir rel kereta api sangat merasakan betapa pahitnya keadaan yang dialami ditengah pandemi. Setiap hari mereka hanya berpikir, bagaimana caranya supaya mendapatkan nasi. Disaat pandemi ini, mereka tidak pernah terlintas dalam benak supaya bisa memiliki sedikit uang simpanan, karena untuk makan saja sulit didapatkan.

Bagi kaum marjinal nasi adalah sesuatu hal yang sangat diburu. Mereka sering terlihat duduk beramai-ramai berbaris di pinggir jalan raya untuk mendapatkan belaskasihan dari orang. Di wilayah Jakarta Pusat dapat dilihat di jalan raya Benyamin Sueb (Kemayoran), Harmoni, Senen Raya, Kramat Raya, Jl. Budi Utomo, Gunung Sahari Selatan, Jl. Angkasa, dll. Bagi kaum marjinal yang sebagai pemulung (mengambil atau pungut botol plastik bekas, kardus atau sejenisnya yang ditemukan dipinggir jalan atau di tempat pembuangan sampah) jika telah malam hari kembali ke tempat biasa tidur di depan emperan toko. Tetapi, mereka tidak langsung tidur melainkan duduk hingga malam hari dengan membentangkan gerobak mulung atau karung miliknya di pinggir jalan untuk menanti pemberian dari orang yang melintas. 




Menurut mereka, jika malam hari penantian dilakukan sampai pukul 23.00 wib. Setelah lewat dari waktu itu mereka akan beristirahat dan tergeletak didepan emperan toko untuk menyambut pagi hari. 

Pada umumnya, mereka bangun pada pagi hari, lebih awal sebelum toko disekitarnya buka. Mereka akan pindah untuk duduk sejenak, sebelum mereka pergi mencari nafkah yakni memulung. Apabila mereka mempunyai makanan sisa dari semalam, maka makanan itu gunakan sebagai sarapannya. Jika tidak punya makanan dan uang maka solusinya bertahan hingga mendapatkan makanan. Jadi, bagi mereka "sarapan" bukanlah hal yang pasti. Dan mereka sudah terbiasa menghadapi realita seperti ini selama beberapa tahun. 

Bagi kalangan pemulung untuk mendapatkan uang adalah dengan cara menjual hasil mulungnya. Ada yang dikumpulkan selama beberapa hari lalu dijual. Ada juga yang setiap sore langsung dijual. Pendapatan bagi mereka rata-rata 15.000 hingga 30.000 rupiah setiap hari. Setelah mendapatkan uang, mereka bisa membeli nasi. Tetapi, apabila mereka mendapatkan belaskasihan dari orang lain berupa sebungkus nasi, maka uang miliknya dapat digunakan untuk di pagi harinya.

Penulis sangat memahami tentang urusan perut. Sebab perut adalah bagian tubuh yang tidak dapat diajak kompromi apabila sudah terlalu lama tidak diisi. Oleh karena itu, penulis bersama rekan sangat berupaya selain memberi motivasi, pembinaan metal, dan juga terkadang membawa nasi untuk mereka nikmati. Karena sukar mereka bisa fokus mendengarkan kata motivasi atau pembinaan mental dalam keadaan yang sangat amat lapar.





KESIMPULAN

Di tengah pandemi, nasi adalah merupakan sesuatu hal yang menjadi objek diburunya bagi para kaum marjinal. Bagi mereka nasi begitu sangat berharga sekali, layaknya memperoleh sambungan nyawa. Perjuangan mereka untuk mendapatkan sebungkus nasi penuh dengan pengorbanan. Sesungguhnya, hati nurani mereka ingin sekali bersahabat dengan situasi dan kondisi, tetapi perut mereka tidak bisa diajak untuk bersahabat jika sudah terlalu sakit karena belum terisi nasi.

(Tulisan ini tidak bermaksud untuk merendahkan martabat sesama manusia yaitu para kaum marjinal yang dimana penulis jelaskan. Tetapi tulisan ini hanya untuk menceritakan sisi kehidupan orang-orang yang dianggap masih pra-sejahtera. Disamping itu, tulisan ini juga untuk membagikan energi positif. Mengenai menyisihkan waktu sejenak untuk menebar kebaikan kepada orang-orang yang hidupnya di bawah garis kesusahan).

Apabila ada saran atau kritik dari pembaca, silahkan tulis di kolom komentar. Tentunya penulis dengan senang hati menerima untuk mengalami perubahan kebaikan. Sehingga dapat diaplikasikan ke dalam kegiatan berikutnya untuk melayani para kaum marjinal di Jakarta Pusat.

Salam manis yang tidak pernah akan habis dari penulis. Peace For You.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEMPAT BELAJAR GRATIS DI PINGGIR REL KERETA API AKTIF

Potret Kaum Marjinal Di Jakarta

Relasi Terhadap Kaum Marjinal